“Menulis adalah nikmat termahal yang diberikan oleh Allah, ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu. Tanpanya, agama tidak akan berdiri, kehidupan menjadi tidak terarah...” Qatâdah, Tafsîr al-Qurthûbî

Jumat, 11 September 2015

Sang Fakir Mengemis Do'a


Kitab Maroqil ‘Ubudiyyah karya Muhammad Nawawi Al-Jawi semoga Allah merohmatinya, merupakan penjelasan dari kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Ghozali. Mengupas mengenai thoharoh (bersuci) dan sholat, hakikat ibadah puasa, penjagaan diri dari bermacam maksiat, tuntunan pergaulan manusia dengan Sang Kholiq dan sesama muslim, adab-adab seorang ‘alim, adab anak terhadap orang tua, serta adab-adab yang lainnya yang patut diamalkan oleh setiap muslim. Harganya tidak mencapai lima ribu rupiah, tebalnya mungkin kurang dari 0,5 sentimeter, cover pun biasa saja, judul dengan tulisan font arab dihiasi bingkai bunga-bunga di setiap titiknya, dan tentu saja dengan kertas berwarna kuning kecoklatan ciri khas kitab kuning ala pesantren-pesantren salafiyyah. Sangat berbeda dengan buku-buku kebanyakan jaman sekarang, serba mewah, warna mencolok, serta harga yang relatif lebih mahal. Namun ada beberapa alasan mendasar mengapa Sania lebih memilih kitab kuning daripada buku-buku islam kebanyakan jaman sekarang, pertama kitab kuning disusun oleh ulama’ dan para imam yang sudah pasti ilmu dan adab kesehariannya dapat dipertanggung jawabkan, tak hanya itu, cerita dari Sang Ayah betapa maqom para ‘alim sangat dekat dengan Allah membuat gadis berjilbab lebar itu semakin jatuh hati. Kedua, sanad ilmu yang dimiliki sudah barang tentu sampai Rosulullah, ke atas lagi Malaikat Jibril hingga Allah ‘Azza wa Jalla. Ketiga, riyadhoh keikhlasan Sang Pengarang tak dapat diragukan lagi. Terukir sebuah kisah di mana ulama’ terdahulu setiap akan menulis senantiasa mensucikan raga dan hati dengan wudhu, menghadapkan diri ke arah kiblat, menghilangkan seluruh faktor penyebab kotornya jiwa serta mengawali dengan menyebut nama Sang Pemilik Jagad Raya. Bahkan ketika karya telah tercipta, ada Shohibul Karya yang memohon ridho pada Penggenggam Kehidupan dengan berdo'a, “Ya Allah bila karyaku ini tak dapat bermanfaat bagi umat manusia kelak, maka hancurkan ia dalam riuk sungai, namun apabila Engkau ridho karyaku ini dapat bermafaat bagi seluruh umat, maka biarkan ia kembali lagi,” lalu tumpukan kertas itupun dilemparkannya ke tengah sungai. Kesucian hati, ikhlas serta tawadhu' diri inilah yang membuat kitab kuning sebagai buah karya para ahli ilmu dapat eksis dari ratusan tahun yang lalu hingga sekarang. Maka disaat Sania mempertanyakan suatu hukum, yang pertama Ia cari adalah (minimal) terjemahan kitab kuning, meski dengan package yang super duper sederhana.

Belajar dari pengalaman kehidupan, Sania pun mendapatkan jawaban mengapa buku-buku yang tertata rapih di mall, di toko-toko dengan pencahayaan gemilau, tak bertahan lama, yaa paling mentok sepuluh hingga dua puluh tahun, setelah itu pasti akan digusur dengan buku-buku kontemporer senada, sangat berbeda dengan kitab kuning dengan ratusan tahun usia bertahannya, hanya terpajang di etalase biasa tanpa back sound musik-musik kota, mampu memberi cahaya keilmuan sepanjang masa.

Di atas adalah dua penggal paragraf kutipan dari halaman ke 3 tulisan saya tentang gadis remaja bernama Sania yang sekarang tengah dalam proses penggarapan, mohon do'a dan hadiah Fatihah saudara/saudari sekalian semoga dalam menulis dipermudah dan diberi petunjuk oleh Allah hingga akhirnya menjadi karya yang bermanfaat. 'Alaa hadzihin niyah wa 'alaa kulli niati sholihah, al-faatihah...


Yogyakarta, Jumu'ah Sayyidul Ayyam, 26 Dzulqo'dah 1436 H