“Menulis adalah nikmat termahal yang diberikan oleh Allah, ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu. Tanpanya, agama tidak akan berdiri, kehidupan menjadi tidak terarah...” Qatâdah, Tafsîr al-Qurthûbî

Senin, 30 Mei 2016

Bekal

Malam ini aku ingin menyeka kantuk sebentar. Sebelum melanjutkan berkendara dari stasiun menuju pesantren.

Lepas mengabari Ibu bahwa anaknya sampai dengan selamat di tanah rantau Jogja, aku duduk sejenak di salah satu jejeran kursi tunggu penumpang kereta. Suasana tak seramai ketika sore, kupilih kursi yang tak jauh dari pintu keluar. Sebuah tas kecil merah bercorak Bobo yg kubeli saat kepincut di swalayan tak jauh dari ruangan di mana Mamah Cacik dirawat semasa sakit di Rs.Sardjito berisi penuh brem asli Madiun khusus oleh-oleh kerabat dekat di Jogja.

Aku kembali terpikir sesuatu setelah sebelumnya pernah terbesit saat kaki pertama kali menginjak plataran stasiun. Ya Robb, perasaan baru kemarin hamba dengan antusias membeli tiket pulang, sampainya di stasiun Madiun bertemu ayah yang kebingungan dengan wajah anaknya sendiri, bertengkar kecil dengan Si Nisa layaknya adik dan kakak. Sampai di rumah bak team cleaning service hotel berbintang, aku dan Nisa membagi tugas membersihkan rumah. Mulai dari mencuci, merapikan buku-buku yang posisinya mulai miring hingga mengepel lantai. Benar-benar Jum'at bersih. Lalu sorenya kita bersama ke rumah mbah di Caruban, bercanda dengan Erdha sepupu kecil yang tidak bisa diam, saling ejek handphone siapa lagi kalau bukan dengan Ifti yang telepon genggamnya masih berusia seminggu. Pagi buta sebelum shubuh, ayah membangunkanku dan Nisa untuk bersiap perjalanan ke Jombang. Tepat pukul 4 lebih sedikit, kami meluncur. Suasana sedikit serius, tak ada konser karaokean Habib Syech seperti biasa, sebab Ayah ingin menyetir lebih cepat mengejar waktu tes Si Gembrut masuk di  Tebuireng, aku sendiri terus mengingatkan dan menuntun Nisa menghafal dan belajar beberapa bidang keilmuan yang akan diteskan. Hingga pada kisah, sampai di lokasi adik paling kecilku itu masuk kelas mengerjakan seluruh soal-soal dan rangkaian tes, ayah menyuruhku menjaga barang-barang bawaan (sebagaimana menggantikan tugas ibu) karena beliau akan sholat sunnah beberapa rokaat mendoakan anak bungsunya. Kebetulan aku sedang udzur, jadi kuputuskan duduk di salah satu sudut pelataran. Satu jam kemudian ayah mendatangiku, kami membaca sholawat nariyyah bersama. Berharap semoga saja tirakat kecil ini menjadi washilah dimudahkannya Nisa dalam mengerjakan.

Siangnya usai adzan dhuhur berkumandang, kami bertiga menyempatkan diri ziaroh ke maqom Syaikh Hasyim Asy'ari, Gus Dur dan keluarga. Sebelum itu, sarapan merangkap makan siang kami lakukan di warung makan tepat sisi kanan pintu belakang maqom. Semua urusan perbendaharaan dan barang-barang tetek-bengek ayah serahkan padaku, meskipun bukan pertama kali, tapi rasanya selalu ada sesuatu berbeda "oh begini ternyata tugas Ibu", sampai hal terkecil memilih tempat makan, untunglah salah satu teman di grup WA memberikan saran warung makan favoritnya di Tebuireng, aku tak perlu susah payah kebingungan memilih. 

Urusan perut kelar, kami menuju masjid pusat untuk sholat dzuhur, kebetulan masjid pesantren belum Iqomah, bungah sekali ayahku dapat jama'ah bersama dengan suasana kental pesantren.

Sekitar pukul setengah dua siang akhirnya kami kembali pulang ke Caruban. Barulah kali ini menikmati perjalanan, santai, membuka obrolan kecil sambil menikmati makanan ringan yang kubeli sebelumnya di Magetan. Ada juga insiden kecil terjadi, ban depan sisi penumpang pecah gegara melewati kubangan yang terlalu dalam. Aku dan Si Nisa menjaga mobil tentu sembari begejesan tak karuan, sedang ayah mencari tukang ganti ban. Ni'mat sekali rasanya hari itu.

Keesokan harinya kami kembali ke Magetan. Ibu selepas dari Jakarta kemudian Balikpapan, langsung mendarat di Solo, sampainya di Solo meluncur ke Madiun mengisi sebuah workshop yang entahlah aku tak paham. Itu mengapa dari seminggu sebelumnya Ibu mewanti-wantiku untuk pulang menemani Nisa tes. Sore Ibu lalu menghubungiku meminta di jemput, tawanya sungguh lepas melihat salah satu putri kembarnya datang. "Hahaa Naa, badan ibu rasanya kayak melayang". "Alhamdulillah Ibu tak keliru dengan wajahku," batinku. hihihi

Entah, seperti cepat berlalu dan tiba-tiba saja aku sudah kembali di Jogja. Ya Allah seperti inikah kebahagian dunia sebenarnya. Sungguh singkat tak terasa. Takdir nantinya memaksa perpisahan antara hamba dengan insan-insan tercinta. 

Lalu kupandangi sebentar tas berisi makanan kecil di sampingku. Ternyata hanya bekal yang dapat kubawa dari kampung, hanya bekal yang dapat kupersembahkan di kehidupan selanjutnya. 



Kawan, dunia hanya sementara, segera kumpulkan bekal sebanyak-banyaknya jika kau ingin bertemu yang tercinta di Surga.


With Tears,
Lempuyangan, May 30th, 2016, 21.00 WIB

Sabtu, 28 Mei 2016

TIPS PARKIRAN PONDOK AGAR SELALU RAPI

A. Buat garis pembatas antara shof/baris motor agar ketika diparkir lurus dan sejajar.
B. Gunakan peraturan yang jelas, mengikat dan tegas. Berikut contoh peraturan parkir Komplek R2 sesuai dg kondisi tempat yg terbilang sempit:

1. wajib rapi, menghadap satu arah yang sama
2. Dilarang parkir di luar batas putih
3. Kemiringan tidak boleh lebih dari 20°
4. Jarak antara motor 2 hasta/ 2 jengkal (agar mudah keluar)
5. Bagi yang memindahkan motor lain, wajib ditata kembali (cara mengeluarkan motor bisa dilihat di tutorial keamanan)

6. Baris pertama di isi dahulu
7. Peraturan sudah di tempel di dinding parkiran, tidak alasan untuk melanggar.
8. BAGI MOTOR YANG TERLIHAT MELANGGAR PERATURAN AKAN DIGEMBOS OLEH PENGURUS. (Pada poin ke 8, minta kerja sama sluruh pengurus dlm menggembos ban pelanggar)



C. Kunci dari sebuah peraturan adalah konsistensi pemangku kepentingan dlm memberlakukan sanksi. Jika sanksi benar2 diterapkan, maka tingkat melanggar seseorang akan rendah. (Di komplek R2 sendiri, meski hanya melewati sedikit garis putih, tetap digembos, posisi miring juga digembos apalagi salah hadap atau posisi, dan kerjasama yg baik dg pengurus lain semakin membantu jalannya peraturan. Jadi tukang gembos bukan hanya Mbah HANsip, melainkan sluruh pengurus).

Semenjak diberlakukannya peraturan tersebut (smenjak Februari, 2016) hingga sekarang parkiran tidak pernah berantakan dan santriwati mulai terbiasa hidup tertib.



TIPS UTK PENGURUS SEBELUM MENGGEMBOS BAN PELANGGAR :

1. Niatkan untuk menegakkan peraturan (maka jika ada rasa tidak tega, akan terbayang lebih besar madhorot yg timbul, sehingga mau tidak mau harus menggembos)
2. Awali dg bismillaah
3. Slama proses Gembos senantiasa lafadzkan sholawat

Mbah HANSip, R2

Minggu, 01 Mei 2016

Bertemu dengan Sang Maha Guru



Bulan ini benar-benar menguras segalanya bagiku. Terasa semester tua dengan tugas ini itu. Puncaknya minggu ini masing-masing menagih pertanggung jawabannya.

Seperti tepat kemarin, untuk pertama kalinya aku membolos mata kuliah SKI (Sejarah Kebudayaan Islam) Sabtu pagi. Alasannya mungkin tak masuk akal, mencuci. Selain sumber air di pondok sedang bermasalah (harus ngungsi dulu), rasanya memang hari Sabtulah kesempatan terbaik melakukan pekerjaa  ini. Usai dua ember pakaian kotor dipenuhi haknya, langsung bergegas persiapan ke kampus kuliah jam ke dua. Selesainya perkuliahan dah sholat dhuhur kusempatkan isi perut di warung mi ayam depan kampus. Lantas tancap gas menuju daerah Palagan untuk meet up di rumah dosen. Kebetulan aku dimintai tolong membantu penelitian anaknya yang sedang nggarap thesis Kedokteran UGM. Ahamdulillah, pulang disangoni seabrek data. Meskipun saya terkadang sanksi untuk menolak atau menerima permintaan ini (mengingat berbagai kesibukan kuliah dan mondok), tapi saya selalu berpikir, kesempatan tidak datang dua kali. Bukan masalah penelitian atau apa, ada nilai penting yang mungkin tidak saya dapat dikehidupan formal pesantren atau perkuliahan. Yakni kesempatan berbagi pengalaman lewat obrolan ringan di sela pembahasan penelitian, do'a-do'a singkat yang tak sering dosen lakukan terhadap mahasiswanya. Semisal seperti yang sering dilakukan dosenku yang satu ini, setiap melakukan percakapan lewat whatsapp Beliau selalu menyisipkan do'a kesehatan, limpahan barokah dan harapan kemudahan dalam segala urusanku. Tak hanya itu, dulu ketika dua mata kuliah diampu oleh Beliau, selain ilmu Ibu Widyarini begitu biasanya para mahasiswa memanggil, aku juga mendapat hadiah-hadiah kecil sebagai reward dan motivasi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi kesempatan mengabdi dan membalas budi. Apalagi semenjak sistem memaksa jurusan perkuliahanku pindah fakultas, besar kemungkinan tidak diajar oleh Beliau.

Lepas pertemuan menyenangkan di Palagan, mengantar teman ke daerah Timoho (belakang kampus UIN), langsung menuju daerah ISI Jogja menjemput kembaranku yang sedang shilaturrohim di kost mbak sepupu. Kemarin rasanyaa seperti sopir Gojek yang kebanjiran orderan, wira wiri di jalan.

Tepat adzan maghrib akhirnya sampai pondok, kemudian bergegas ke masjid karena sudah tertinggal satu roka'at ternyata, sholat usai, paling ni'mat setelah wirid adalah duduk tertunduk menata semua limpahan amanah. Pikiran mulai melayang kemana-mana, proposal skripsi baru 30% padahal Senin pagi harus presentasi di mata kuliah Metopen, mengedit latar belakang proposal teman, tabulasi ratusan data penelitian, booklet beasiswa Djarum yang harus diambil, dan lain sebagainya. Malam tak mungkin ku kerjakan, ekspektasiku jadwal Sabtu malam usai diniyyah jam setengah 10, setelah itu  makan malam dari jatah pondok kemudian menyelesaikan urusan-urusan kecil.

Dan benar adanya, semua berjalan sesuai angan, akhirnya pukul setengah dua belas malam baru bisa me time. Kusempatkan me'recite' kalam ayat-ayat langit. Entahlah, mungkin hampir jam 2 dini hari aku baru terlelap.

Singkat cerita usai sholat shubuh dilaksanakan, aku kembali me time dengan The Holy Book. tak tau berapa jam kemudian, ngantuk benar-benar menyerang, sekitar pukul tujuh pagi selama setengah jam lebih aku akhirnya tidur lagi.

Tiba-tiba aku berada di ruang tamu rumah Mbah (dari Bapak) di Ngawi. Ramai sekali di sana. Tersadar sedang ada acara semacam majlisan yang diadakan oleh Bapak. Semakin dalam aku memasuki ruangan, saat kutengokkan pandangan ke kiri terlihat Habib Umar bin Hafidz sedang berbicang sembari tertawa lepas dengan Bapak. Serta merta kubungkukkan badan dan mundur ke belakang. Aku tak percaya ada tamu mulia di situ. Belum lama kekagumanku, semua pandangan tamu tetiba mengarah ke mulut pintu, datang seorang Habib Luthfi bin Yahya pada jamuan itu. Ya Robb, kedua wajah teduh nan menentramkan itu tak pernah aku lupa. Lalu pada satu kesempatan, Sang Habib berpesan padaku, hendaknya sebesar apapun amanah hidup, tugas-tugas, tetap harus dilakukan, harus dijalani. Yang terpenting telah berikhtiyar, masalah hasil Allah lah penentunya.

Semua serasa begitu nyata, di saat hati ragu terhadap kemampuan diri, Allah beri penguat lewat mimpi.

Lagi-lagi teriakan anak-anak kamar membangunkanku. Mimpi bersama Sang Maha Guru terputus hingga di situ.

Tak pikir panjang lagi, pengawal semangat saat pagi adalah mandi, maka bergegas kumenuju lantai tiga mengungsi kamar mandi, selesai tidak selesai tanggungan kukerjakan satu per satu.

Shollu 'alannabi Muhammad! :)

Krapyak, 1 Mei 2016, 11.37 WIB