“Menulis adalah nikmat termahal yang diberikan oleh Allah, ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu. Tanpanya, agama tidak akan berdiri, kehidupan menjadi tidak terarah...” Qatâdah, Tafsîr al-Qurthûbî

Jumat, 27 Maret 2015

هذا من فضل ربي‬‎

Tahun silam saya sedikit banyak share tentang resolusi yang tercapai di tahun 2013, lebih tepatnya di tulisan Desember Tiga Belas, semoga memberi manfaat bagi temen-temen blog sekalian. Tahun 2015 ini saya juga ingin berbagi beberapa pencapaian yang sudah saya dapat di tahun 2014 silam, but never forget to say "hadza min fadhli Rabbi" xD

Di awali dengan sebuah perjuangan singkat ketika saya apply program International Class yang diadakan oleh Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Seorang teman saya bernama Milzam mengajak saya mendaftar program ini dengan harapan iseng-iseng berhadiah. Wah kesempatan ni, batin saya. Seleksi berkas dan tahap selanjutnya adalah wawancara, tak tanggung-tanggung, pewanwancara adalah dosen-dosen lulusan luar negeri sekaligus Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum. Namun sayang, teman saya, Milzam, belum berkesempatan diterima di kelas internasional, alhasil saya adalah satu-satunya member dari Jurusan Keuangan Islam.

short course with Gottingen students for a week

Cerita selanjutnya beralih ke telling story yang diadakan pusat bahasa UIN Jogja. Saya sebenarnya agak psimis karena persiapan yang pas-pasan plus mepet. Sore sebelum tampil, saya sempat membeli peralatan untuk perform dan lari kesana-kemari mengumpulkan ide, yang paling berkesan adalah pinjem pot bunga Bu Nyai di pondok supaya hasil bisa lebih maksimal. Hari H perlombaan pun tiba, di awal perkenalan saya mencoba mencairkan suasana dengan additional skill yang saya miliki, beat box, hehe. Di tengah saya bercerita di depan panggung, semua text yang saya hafal hampir tidak ada yang terlontarkan, ujung-ujungnya adalah improvisasi. Beberapa hari kemudian saya mendapat undangan guna pembacaan pemenang lomba, dan taraaaaaa, lagi-lagi "hadza min fadhli Rabbi"



Hap! Lompat ke kisah berikutnya, masih tentang kompetisi, kali ini lomba diadakan di lingkungan pondok pesantren di mana saya mengais barokah, al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta. Dengan sedikit paksaan, akhirnya saya bersedia menjadi perwakilan komplek R-2 untuk mengikuti beberapa lomba, antara lain Proposal Usaha, Blogger Competition dan Drama.T ak akan bosan lisan ini mengucap "hadza min fadhli Rabbi"



 Dengan mengangkat tema usaha Laundry Syari'ah, alhamdulillah mengalahkan puluhan peserta lainnya

ini saudara seperjuangan saat blog competition, Rainbow Family, Mbak Ojan - Mbak Umroh - Hana
 (piagam lain menyusul)
The last story, beberapa bulan silam dosen mata kuliah komunikasi bisnis mewajibkan mahasiswanya tampil di depan kelas untuk berpidato sebagai bussiness man yang sedang memperlihatkan prestasi perusahaannya ke kancah nasional, tak main-main, presentasi dilakukan secara acak tanpa konfrmasi sebelumnya. Saya pun harus mempersiapkan lebih awal, setiap masuk kelas mata kuliah ini, saya selalu berpenampilan resmi, tapi tak pernah ditunjuk oleh Sang Dosen. Hingga suatu pertemuan, setelah saya dari toilet, nama saya disebut, untung saat itu saya memakai atasan rajut dari benang wall ala perempuan korea, kemudian saya tutup dengan jas bewarna coklat tua yang saya beli khusus untuk International Conference tahun lalu di Jakarta, plus bawahan rok hitam, sepatu lengkap dengan kaos kakinya. Saya buka dengan salam dan sapaan dengan tiga bahasa, Indonesia, Inggris dan Arab. Singkat cerita, setelah saya menutup pidato, Bu Widyarini selaku dosen hanya tersenyum dan berkata "bagus ya", hadza min fadhli Rabbi.. Stelah empat kelas Komunikasi Bisnis yang diampu oleh Bu Wid telah mendapat giliran presentasi semua, Bu Wid mengumumkan mahasiswa terbaiknya, "Saya rasa presentasi terbaik ada di kelas ini, setuju tidak anak-anak? Menurut kalian siapa", tanya Beliau. "Hanaaa, Bu..." jawab teman-teman..

special reward from Bu Wid :)


Jumat, 27 Februari 2015

Pesan Sepertiga Malam

Tak ada semalam pun yang tak indah. Tak ada sepucuk bunga pun yang tak merekah. Tak ada satu pun keindahan di dunia ini tanpa Allah menurunkan titah.

Suatu pagi buta atau orang biasanya menyebut sepertiga malam, di tengah nyenyaknya tidur teman-teman kamar di pondok karena kelelahan,  aku tengah melaksanakan shalat sunnah.  Pandanganku tepat di sebuah titik di mana aku akan bersujud menempelkan jidat menghadirkan hati yang terikat. Tak sengaja tiba-tiba telingaku menangkap suara pintu kamar yang di dorong dari luar, sesosok tak asing masuk sambil tersenyum renyah menaruh bingkisan mungil di samping tempat sujudku. Ah, antara senang karena dapat hadiah, sedih karena konsentrasi shalatku sedikit buyar. Usai salam, kulihat beberapa butir coklat di balik kantong plastik kecil di atas sajadah, aku tersenyum lebar. Alhamdulillaaah..



 Cerita berikutnya sedikit unik, di sebuah sepertiga malam aku bangun, duduk sembari menata nafas, terlihat secarik kertas menempel di handuk merah yang kugantung di pintu lemari. "Alhamdulillah, masih ada yang mau menghargai keberadaan surat di tengah teknologi semakin canggih", gumamku.






Senin, 23 Februari 2015

Kaca yang Berdebu

 
Tutuplah kedua mata perlahan, lantas dalam perenungan hadirkan sesosok wanita yang paling engkau sayangi, apakah dia adalah ibumu? atau kakak perempuanmu? atau adik perempuanmu? atau istrimu? atau mungkin teman seperjuanganmu? Terserah, saat ini dan selamanya mereka yang engkau pilih adalah sesosok Kaca Berdebu.

Ia ibarat kaca yang berdebu
Jangan terlalu keras membersihkannya
Nanti ia mudah retak dan pecah


Ia ibarat kaca yang berdebu
Jangan terlalu lembut membersihkannya
Nanti ia mudah keruh dan ternoda


Ia bagai permata keindahan
Sentuhlah hatinya dengan kelembutan
Ia sehalus sutera di awan
Jagalah hatinya dengan kesabaran

 

Lemah-lembutlah kepadanya
Namun jangan terlalu memanjakannya
Tegurlah bila ia tersalah
Namun janganlah lukai hatinya

 

Bersabarlah bila menghadapinya
Terimalah ia dengan keikhlasan
Karena ia kaca yang berdebu
Semoga kau temukan dirinya
Bercahayakan iman 

Sudahkah kau membersihkannya tidak terlalu keras? Sebab tlah kuingatkan bahwa Ia mudah retak dan pecah.

Sudahkah kau sentuh hatinya penuh kelembutan? Penuh tanpa ada ruang tersisa. Penuh tanpa ada emosi menghalangi. Sebab tlah kuingatkan bahwa Ia sehalus sutera di awan, maka jagalah hatinya penuh kesabaran. Penuh kesabaran.

Sudahkah kau berlaku lemah lembut pada Sang Kaca? Bila Ia bersalah kau boleh tegur Ia, tapi jangan sampai kau lukai hatinya.

Mengapa kuingatkan kau untuk bersabar, untuk lemah lembut? Karena Ia adalah Kaca yang Berdebu. Jika mungkin ada luka yang tergores di hatimu, maka itu adalah akibat goresan kepingan Kaca milikmu yang telah retak bahkan pecah. Inilah pertanda bahwa Kaca milikmu telah retak dan pecah. Retak karena kau mungkin terlalu kasar membersihkannya, pecah karena kau mungkin tak menyadari bahwa Kaca itu telah jatuh dan tak ada yang menyelamatkannya.

Jumat, 13 Februari 2015

Jalan-Jalan

 Lupa hari apa saat itu, dan males banget mau inget-inget hari apa haha. Tepatnya siang hari diselimuti mendung, hand phone saya tiba-tiba berbunyi, Ibu telpon. Intinya motor kiriman sudah tiba di stasiun Tugu, Jogja, otomatis saya harus ngambil saat itu juga. Ibu juga pesen suruh ngrumat motornya, sambil melow Ibu berkata "motor'e ojo didekek panasan, ojo di udan-udan'ke, dekek neng iyupan, Ibu beli itu ngumpulin duit dulu lho, pokoke dirumat.." Jleg, saya nggak bisa berkata apa-apa, cuma bisa usil, jadinya saya timpali "inggih, mangke dalu kulo turu teng parkiran, tak keloni motoripun haha", lantas Ibu tertawa renyah.

Wuiing, sampai di stasiun Tugu, urus administrasi dan petir kehidupan menyambar, motor uda di hadapan saya, tapi bensinnya kosong, "alamak, kenapa tapi saya nggak beli bensin dulu T.T", akhirnya jalan kaki keluar stasiun cari bensin, hasilnya NIHIL. Langit sudah gelap sedari saya keliling-keliling tadi, karena pikiran uda cupet, langsung capcus ke Malioboro. Sreet, jalanan tlah disusuri, trotoal tlah disebrangi, tak ada yang jual bensin. kepala sudah pusing hebat, mata kabur dan brug! Santai, belum sampai pingsan kok, cuma kesandung ;)

Hujan akhirnya turun, saya masih ditengah jalan sendirian, sedih, ketakutan, kesakitan, ke apalagi ya -_-, akhirnya sampai di Altar alias Alun-Alun Utara, saya tanya salah seorang penjual warung klontong, "Nderek ngertos, ingkang padosan besin teng mriki pundi nggih?", sambil menggeh-menggeh. Si Mbak akhirnya jawab, tapi jawabannya bikin saya makin pening, bayangin rute jalan yang dijelasin Mbaknya kelihatan jauh banget, "Nyaak aye kagak kuat T.T. Tapi inget pesen Ibu tentang motor, jadi pantang nyerah dan lanjuut berjuang. Sambil kehujanan saya nerusin perjalanan, tetiba ada tukang becak nawarin saya, saya udah nggak kuat dan finally tertarik juga naik becak. alhamdulillah bapaknya mungkin kasihan, saya tanya ongkos becak ke stasiun Tugu , eh disuruh bayar terserah. 

Perjalanan ke stasiun saya pun dapat bensin, pas jalan kaki ke tempat di mana motor saya dititipkan, saya ngelewatin genangan air, walah ternyata sejak tadi yang perih-perih itu uda segede gini lukanya -.-


sekian cerita jalan-jalan