“Menulis adalah nikmat termahal yang diberikan oleh Allah, ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu. Tanpanya, agama tidak akan berdiri, kehidupan menjadi tidak terarah...” Qatâdah, Tafsîr al-Qurthûbî

Kamis, 08 Mei 2014

Sepohon Kayu Memohon Cinta


Tuhan, aku kah sepohon kayu itu?
Sepohon kayu yang tumbuh merunduk di tengah-tengah luasnya hamparan...
Sepohon kayu yang tumbuh sebatang kara diantara rumput-rumput ilalang...
Sepohon kayu berdiri sendiri tak ada yang menemani...

Tuhan, aku kah sepohon kayu itu?
Daunku tak sehijau tanaman surga, batangku tak sekuat pepohonan rimba, aku merasa buruk tak terkira...
Kurasa seluruh nyawa menjauh mengucilkanku...

Tuhan, aku kah sepohon kayu itu?
Buruknya diriku membuat mereka bahagia menyayat-nyayat sekujur raga...
Meninggalkan luka perih tak terkira...

Tuhan, aku kah sepohon kayu itu?
Yang selalu sendiri merasakan petir, hujan, dan lara...
Yang senantiasa sebatang kara berjuang mempertahankan nyawa...

Robbi inni as'aluka hubbaka, wahubbal ladzi man yuhibbuka, wahubba maa yuqorribna ila hubbika...

With tears,
Sunday, April 20th, 2014, 11.41 am 

2 komentar:

  1. Sepohon kayu, yg kini mulai merasakan sejuknya tetesan hujan.
    Sepohon kayu, yg mulai merasakan tumbuhnya dedaunan.
    Dia pun selalu mendongak ke atas, dengan senyum dan tawa menunggu belaian hujan.
    Sepohon kayu, kinipun mulai lupa menyapa tanah dg belaian daun"nya.
    Menyapa rumput ilalang dg cerita dr ranting"nya.
    Semoga bahagia ;)

    BalasHapus
  2. aamiin. semoga engkau juga..

    agaknya kata 'lupa' di atas hanya perasaan saja, jelas masih kuingat bumi dan keindahannya, meski langit skrg terasa lbih indah

    BalasHapus