“Menulis adalah nikmat termahal yang diberikan oleh Allah, ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu. Tanpanya, agama tidak akan berdiri, kehidupan menjadi tidak terarah...” Qatâdah, Tafsîr al-Qurthûbî

Jumat, 24 April 2015

Jedaaar!

Mimpi apa aku semalam, tetiba usai make a date, aku disodori secarik kertas beserta notenya oleh salah seorang pengurus senior. Mereka mencalonkanku menjadi ketua pondok. "Apa-apaan iniiiii", gejolakku bergemuruh tak karuan. 

Aku hanya santri baru  dan gadis ingusan. Tak jarang saat ngaji kitab sering ketiduran. Di pondok juga bisanya pencicilan. Aku ini mantan pengurus juga bukan, ilmu apalagi, jelas-jelas pas-pasan. "Mbak, aku emoh, kok iso aku?!!!! aku emoh, aku emoh, aku emooh!", beringasku. "E, ini suara rakyat, aku dulu juga gitu, kamu inget nggak ngendikane Bu Nyai kemarin?", jawab Si Ketua Pondok dengan logat Banyuwangi-nya. "Tapi tanya dulu kek kesanggupan calon ketua, nggak asal nunjuk", aku kembali ngeyel. "Nggak bisa, sesuai tata tertib emang gitu, besok ya orasi..", gadis yang biasa kupanggil Mbak Firda itu menanggapi santai tanpa memperdulikan kegundahanku.

Malam ini hujan menderu, hati dan pikiranku tak dapat menyatu, inikah jawaban tawassul kala itu?


Yogyakarta, 24 April 2015, 21.56 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar